Sewa-Menyewa

  1. Pengertian

Menurut undang-undang, sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan disanggupi  pembayarannya.

Perbedaan perjanjian Jual-beli dengan sewa-menyewa adalah, bahwa dalam sewa-menyewa tidak ada penyerahan dalam arti pengalihan hak milik, yang ada hanyalah penyerahan kekuasaan atas suatu barang untuk dinikmati penyewa, sedangkan dalam perjanjian jual-beli terdapat penyerahan hak milik dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam sewa-menyewa tidak dituntut atau tidak dipersyaratkan bahwa yang menyerahkan barang harus pemilik barang, sebagaimana halnya dalam perjanjian jual-beli atau tukar-menukar. Jadi, meskipun seseorang hanya mempunyai “hak menikmati hasil” atas suatu barang dan “bukan pemilik” yang bersangkutan sudah dapat secara sah menyewakan barang tersebut.

Mengenai objeknya, bahwa objek perjanjian dalama jual-beli adalah barang dan harga, sedangkan objek dalam tukar-menukar adalah barang dan barang, dan dalam sewa-menyewa yang menjadi objek adalah barang dan harga sewa.

  1. Unsur Sewa-Menyewa

Menurut Pasal 1548 KUH Perdata, unsur-unsut sewa-menyewa adalah sebagai berikut :

  • Merupakan suatu Perjanjian;
  • Terdapat pihak-pihak yang mengikatkan diri;
  • Pihak yang satu memberikan kenikmatan atas suatu barang kepada pihak yang lain, selama suatu waktu tertentu;
  • Dengan sesuatu harga yang disanggupi oleh pihak lainnya.

Menarik untuk diketahui mengenai Unsur “Waktu” yang terdapat dalam sewa menyewa, dimana ada kecenderungan untuk mengetahui secara jelas dan pasti batas waktu dalam sewa-menyewa mutlak atau tidak harus diatur dalam sewa-menyewa. Maka dari itu, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah menyinggungnya dalam beberapa Pasal sebagai berikut :

Pasal 1570 KUH Perdata

            Menyebutkan, “Jika sewa dibuat dengan tulisan maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatu pemberhentian untuk itu”

Pasal 1571 KUH Perdata

            Menyebutkan, “Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang- tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat”

Pasal 1578 KUH Perdata

Menyebutkan, “Seorang pembeli yang hendak menggunakan kekuasaan yang diperjanjikan dalam perjanjian sewa, untuk, jika barangnya dijual, memaksa si penyewa mengosongkan barang yang disewa, diwajibkan memperingatkan si penyewa sekian lama sebelumnya, sebagaimana diharuskan oleh adat kebiasaan setempat mengenai pemberhentian pemberhentian sewa”

Berdasarkan isi pasal-pasal dalam undang-undang tersebut, dapat disimpulkan bahwa “waktu sewa” merupakan hal yang penting. Meskipun tidak secara tegas dicantumkan adanya batas waktu, undang-undang memerintahkan agar memperhatikan kebiasaan setempat atau mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat.

  1. Kewajiban Pihak yang Menyewakan
  • Menyerahkan barang yang disewakan kepada si Penyewa;
  • Memelihara barang yang disewakan;
  • Memberikan kenikmatan atas barang yang disewakan.
  1. Kewajiban Pihak Penyewa
  • Memakai/menggunakan barang yang disewa yang diperuntukkan untuk itu;
  • Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan berdasarkan perjanjian.
  1. Larangan-Larangan untuk Pihak yang Menyewakan
  • Tidak berhak atas suatu ganti-rugi

Tidak satu pun dari kedua pilihan antara pengurangan harga-sewa dan pembatalan                  perjanjian sewa, pihak yang menyewakan berhak atas suatu ganti rugi

  • Tidak boleh mengubah wujud dan tataan barang sewa

Pihak yang menyewakan tidak diperkenankan selama waktu sewa, untuk mengubah                 wujud maupun susunan letak barang yang disewakan.

  1. Tanggung Jawab Penyewa
  • Bertanggung jawab untuk segala kerusakan yang ditimbulkan pada barang yang disewa selama waktu sewa, kecuali bila ia membuktikan bahwa kerusakan itu terjadi di luar kesalahannya;
  • Bertanggung jawab untuk segala kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan pada barang yang disewa;
  • Sebaliknya ia tidak bertanggung jawab pada peristiwa-peristiwa force majeur
  1. Berakhirnya Sewa-Menyewa
  • Perjanjian sewa tidak sekali-kali hapus dengan meninggalnya pihak yang menyewakan maupun dengan meninggalnya pihak yang menyewa atau si penyewa;
  • Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu sewa-menyewa yang telah dibuat sebelumnya tidaklah putus, kecuali apabila hal tersebut telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang.
  1. Larangan-Larangan

         1. Pihak yang Menyewakan

  • Tidak dapat menghentikan sewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya.

         2. Pihak yang Menyewa atau si Penyewa

  • Tidak boleh mengulangsewakan barang yang disewanya maupun melepaskan sewanya kepada orang lain tanpa izin, dengan ancaman pembatalan perjanjian sewa dan penggantian biaya, rugi, dan bunga.
  1. Risiko dalam Sewa-Menyewa

Dalam Pasal 1553 KUH Perdata (BW), menyatakan;

  1. Apabila selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, maka Perjanjian sewa gugur demi hukum.
  2. Jika barangnya hanya sebagian musnah, si Penyewa dapat memilih, menurut keadaan, apakah ia akan meminta pengurangan harga sewa, ataukah ia akan meminta bahkan pembatalan perjanjian sewa; tetapi tidak dalam satu dari kedua hal itupun ia berhak atas suatu ganti rugi.ber

Berdasarkan isi pasal tersebut, dapat disimpulkan kerugian yang timbul dari suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi di luar kesalahan para pihak (force majeur), dipikul oleh masing-masing pihak. Lebih lenjut dinyatakan dalam Pasal 1545 KUH Perdata, “Dalam hal sewa-menyewa, risiko atas barang yang disewakan dipikul oleh pihak yang menyewakan”

Tinggalkan komentar